#2 Bab1

Anak Kecil Dengan Sejuta Harapan

Namaku Annisa Mulia Sabrina, dari kecil aku memang dibesarkan di lingkungan yang keras, dan menuntut kemandirian. Aku adalah cewek keturunan Jawa Tionghoa, dengan tinggi rata-rata. Dibesarkan di suata lingkungan pasar yang kurang kondusif tidak membuatku patah semangat dalam menuntut ilmu, justru karena tempat inilah, aku yang dewasa kelak memiliki instuisi bisnis yang tinggi. Berhubungan dengan berbagai macam orang, membuatku dapat menilai betapa beragamnya individu bernama manusia ini.

5 Oktober 1993, tepat pada tanggal itu, ibuku menahan rasa sakit yang luar biasa. Demi melihat seorang buah hatinya, beliau rela untuk menahan rasa sakit yang luar biasa itu. Anak kecil dengan sejuta harapan, itulah lima kata yang dapat mewakilkan diriku. Satiap kali beliau menceritakan proses kelahiranku yang sangat bersejarah baginya, aku selalu menitihkan air mata, mengingatkanku akan janjiku untuk membahagiakan beliau. Saat aku berumur tiga tahun, usaha yang dirintis ibu dari dahulu tiba-tiba saja musnah. Pasar yang menjadi tumpuan ibu dalam menghidupi keluarga terbakar tanpa ada alasan yang jelas, hal ini sangat mempengaruhi kehidupan kami. Aku yang awalnya diberi sebotol susu hangat, sekarang hanya bisa meminum tajin-air rendaman beras yang berwarna putih pucat.
Tak ingin terpuruk begitu lama dalam keadaan ini, ibu segera membangun kembali usaha dagangnya dengan menggunakan tabungan yang bertahun-tahun telah beliau siapkan untuk biaya sekolahku kelak. Usaha ibu yang begitu gigih dalam menjalani kehidupan keras ini mengajarkanku suatu hal yang berharga, “jika kau memandang kehidupanmu keras, maka kau harus menjadi lebih keras”.

Saat menginjak umur enam tahun, ibuku memasukkanku kedalam salah satu SD negeri di kotaku. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, nak” itulah kata yang sering beliau ucapkan kepadaku, dan tentu itu merupakan cambuk yang keras untukku dalam meraih pendidikan. Aku yang saat itu menjadi seorang pelajar SD tidak menghalangiku untuk tetap membantu ibu berdagang di pasar. Sepulang sekolah, aku melangkahkan kedua kaki mungilku keluar sekolah, menuju kejalanan sempit penuh genangan air untuk menghampiri kios ibuku yang memang terletak pada bagian tengah pasar. Dibukanya buku tulis lusuhku saat tiba di kios. Membaca kembali pelajaran yang tadi kudapatkan, itulah yang selalu ku lakukan sepulang sekolah, sembari melayani pembeli dengan pandangan tetap tertuju pada bukuku.

Suatu saat, tiba-tiba saja salah seorang guruku memilih aku untuk mengikuti lomba cerdas cermat yang memang konon kabarnya, hadiah dari lomba itu sangatlah besar. Merasa membawa amanah yang begitu berat, aku meningkatkan kualitas belajarku. Aku yang sepulang sekolah biasa membantu ibu di pasar, kini berubah haluan menuju rumah petak disebelah rel kereta api. Deru kereta api yang begitu keras masih juga tak dapat menghalangi rasa semangatku. Belajar mulai diterangi sinar matahari yang terik, hingga lampu teplok yang remang aku lakukan tiap hari. Gigitan nyamuk tak pernah kuhiraukan, pernah suatu pagi kulitku bentol-bentol biru karenanya.

Belajar tekun disekolah, mencatat tiap kata ilmu yang diucapkan bapak dan ibu guru, membaca kembali catatan itu dirumah, hal itu kulakukan berulang-ulang tiap harinya.

Hari itu pun tiba, hari yang menurutku adalah hari terbesar dan kesempatan untuk menjadi titik balik nasibku. Memang, saat ini aku masih menginjak kelas 4 SD, tapi ilmu sampai kelas 6 pun sudah aku kuasai semua. Ibu yang seharinya selalu bekerja di pasar, khusus hari ini beliau menutup dagangannya, hanya untuk melihat anak kesayangannya ini beraksi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

#1 Bab3

Illuminati

Keluar dari sebuah institusi pendidikan formal sudah menjadi langkah besarku dalam hidup. Aku yang lulus dengan nilai yang cukup memuaskan membuatku dapat bergabung menjadi salah satu bagian dari salah satu SMA Negeri terbaik di negeri ini. Aku yang belum cukup puas akan pendidikan normal, mulai mencoba ke pendidikan yang memiliki standar Internasional. Hal ini membuat teman-teman SMP ku iri denganku, dan aku pun semakin dijauhi. Tapi sekali lagi, hal ini tidak menyurutkan semangatku untuk menuntut ilmu.

Kisahku di sekolah ini dimulai dari kegiatan orientasi yang diadakan oleh sekolah selama tiga hari. Tidak seperti sekolah lain, kegiatan orientasi di sekolah ini memang cukup keras, apalagi untuk anak sepertiku. Sudah menjadi kewajibanku untuk mengerjakan tugas-tugas selama kegiatan berlangsung. Tapi sekali lagi, lemahnya fisik membuatku tidak bisa melangkah lebih jauh. Setiap malam saat teman-temanku mengerjakan dengan semangat, aku malah terlelap dalam kasur empukku bersama kedua bantal guling serta dihiasi dengan bau tak sedap liurku, alhasil selama tiga hari itu aku selalu melakukan kesalahan dan tingkat emosi para seniorku jauh melebihi anak-anak lain.

Akhirnya masa-masa orientasi telah berakhir, aku sudah membayangkan bagaiman indahnya masa SMA ku. Memang seperti kata pepatah “Dunia tidak seindah yang kita kira” pepatah itu rupanya masih melekat denganku hingga sekarang. Tidak jauh beda dari masa SMP ku, disini aku tetap saja tidak memiliki teman. Aku yang sudah berusaha mendekati teman-teman dengan cara apapun tetap saja tidak berhasil. Saat ini aku merasa berbeda, baru kali ini aku menyerah, apakah itu karena tekanan masa orientasi ? Aku sendiri pun tak tau.

Berawal dari sebuah acara bernama “cheerliar”, aku merasa kebencian teman-teman kepadaku semakin bertambah. Memang, selama kegiatan ini berlangsung aku selalu membuat masalah, tidak hanya dikelasku, bahkan sampai kakak kelasku. Masa-masa tingkat pertamaku di sekolah ini kujalani seperti biasa, sendiri. Tetapi tahun pertamaku tidak sepenuhnya kelam, disini aku menemukan cinta pertamaku, sungguh berbeda rasanya merasakan perasaan ini. Kekejaman teman-teman lain seakan hilang saat ia mengajakku berbicara.

Tahun kedua, keakraban dalam kelasku semakin bertambah, nama kelasku yang semula bernama Pentol, kini berganti Illuminati. Namun keakraban itu rupanya tak berfungsi untukku, bahkan mereka semakin mem-bully ku hanya karena rasku, ya, sangat tidak manusiawi. Namun Karena memang disini aku tidak memiliki kekuatan untuk melawan, hukum rimba pun berlaku.

Semester dua, beberapa patah kata curhatan yang aku tuliskan pada salah satu media elektronik membuat beberapa temanku mulai peduli denganku, namun bukan kepedulian untuk berbuat baik, justru malah semakin membuat mereka geram akan ulahku. Forum terbuka dikelasku pun diadakan, demi mengerti apakah yang aku inginkan dan mengapa aku diperlakukan semena-mena. Forum berjalan cukup alot, kedua belah pihak (aku dan kelasku) saling membicarakan tuntutan dan bicara terang-terangan. Jalan akhir pun dijumpai, kami mulai membuat kesepakatan agar mereka mulai memperlakukan selayaknya teman, dan aku pun harus mengurangi rasa keegoisanku. Pada awalny hal ini berjalan baik, sampai akhirnya aku sendiri kembali ke tabiat awalku-mengesalkan. Hal ini membuat batalnya perjanjian kami secara natural dan mereka pun kembali memperlakukan aku seperti dulu.

Tak terasa masa SMA berjalan begitu cepat, aku yang pada awalnya dibenci dan tidak dapat berteman, kini dapat membaur cukup baik. Memang masa SMA ini adalah masa yang terindah, persahabatan pertama yang ku rasakan terjadi disini.

Masa perjuanganku selama tiga tahun disekolah ini akhirnya bebuah hasil. Aku diterima di salah satu PTN favorit di negeri ini. Begitu pula sahabatku. Mungkin kalian tidak akan percaya, suatu saat aku akan menjadi seorang programmer terkenal serta hidup bahagia dengan keluargaku.


#1 Illuminati stories. Adrian Yuwono Sutejo.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

#1 Bab2

Empat Tahun

Sudah empat tahun lamanya aku menginjakkan kaki di negeri ini, aku hidup bersama seorang wanita tua yang membawaku dari pelabuhan dimana aku tak tau lagi harus kemana yang saat ini sudah menjadi orang tua angkatku, hingga sekarang aku menjadi pemuda yang sudah berkebangsaan Indonesia, serta dapat membaca, menulis, serta mengerti Bahasa Indonesia, walaupun aku sendiri tidak bisa membaca serta menulis tulisan dari Negara asalku.

Empat tahun lamanya aku mulai belajar tentang segala hal tentang pelajaran demi mengejar ketertinggalanku saat masih berada di negeri asalku. Aku belajar dari guru-guru les yang didatangkan oleh orang tua angkatku, buku-buku perpustakaan lama yang terletak di depan persis rumahku, televise, hingga internet. Mulai dari matematika, pengetahuan alam, maupun sosial. Sekarang aku sudah menjadi anak berpendidikan, dan siap untuk mengenyam pendidikan formal tanpa tertinggal satu kelas pun.

Kini, berselang empat tahun dari seorang anak terlantar aku sudah menjadi seorang murid dari salah satu SMP swasta yang memiliki populasi ras sejenis denganku di kota ini. Diriku yang tidak memiliki ijasah SD membuatku hanya bisa memasuki SMP swasta dengan sedikit kongkalikong dengan pihak sekolah. Tapi disini aku sudah bertekad agar menjadi anak yang dapat membanggakan Negara dimana tempat aku lahir, dan juga Negara dimana tempat aku tinggal. Buku demi buku sudah aku baca, pelajaran hidup sudah aku dapatkan, tapi hanya satu yang belum aku dapatkan disini, teman.

Aku saat ini sudah menjadi seorang anak yang pandai disekolahku. Pikiran bahwa aku bisa melakukan segalanya mulai melintas dipikiranku, aku mulai berpikir bahwa semua orang pasti membutuhkanku, tapi aku tidak membutuhkan orang lain. Tapi ternyata pemikiranku salah, cara berpikirku yang seperti itu membuatku mulai dijauhi teman-temanku. Sifatku yang cenderung egois menjadi jurang pemisah antara aku dan temanku, dan seperti yang aku takutkan, aku menghabiskan saat-saat sekolah pertamaku tanpa teman dekat disampingku. Sendiri meninggalkan kenangan-kenangan pahit bersama masa-masa SMP ku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

#1 Bab1

Ini Adalah Tempatku

Berawal dari sebuah daerah timur Asia. Chino, sebuah negara yang memiliki populasi terbesar di Asia, tempat yang terkenal akan kemegahan great wallnya itulah kehidupanku dimulai.

Aku adalah seorang anak dengan kulit putih pucat, dengan rambut yang bisa dibilang cukup aneh, serta cara berbicaraku yang dapat membuat malaikat pun bisa berubah menjadi setan, dan ini adalah cerita mengenai kisah hidupku.

Sejak kecil, hidupku memang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Besarnya populasi penduduk China membuatku serta keluargaku tak dapat duduk tenang, bahkan di negara kelahiran kami sekalipun. Aku yang tak tahan akan semua ini memutuskan untuk pergi, mungkin hingga meninggalkan negara yang tak memiliki rasa menghargai warga negaranya ini. Bermodalkan tekad, aku menumpang seorang temanku yang memiliki kapal dan memulai perjalanan panjangku. Beberapa orang mengira aku gila, “Anak berumur sepuluh ? Berlayar sendiri ? Ah, bodoh anak ini” mungkin seperti itulah bayangan beberapa orang jika melihat keadaanku ini.

Fisikku memang lemah, tapi tidak dengan keyakinanku. Lemahnya fisikku membuatku sering mabuk laut, mungkin terbersit beberapa pikiran-pikiran jengkel dari para awak kapal, mungkin berbunyi “ini anak, udah numpang, gak kerja, nyusahin tok” tapi bagai punduk merindukan bulan, sebenarnya aku ingin sekali membantu mereka. Menarik jangkar, mengembangkan layar, membersihkan dek kapal, tapi memang apalah dayaku, dan inilah kenyataan yang harus kuhadapi.

Lima bulan ku menempuh perjalanan, tanpa orang dewasa menemaniku, terduduk terdiam di kakus kapal, karena memang inilah satu-satunya tempat yang terbuka untukku dikapal ini, hanya ditemani suara deru ombak dan beberapa celah kayu atap kapal yang membuat ruang bagi sinar matahari untuk masuk. Sudah banyak tempat yang ku singgahi, dari Thailand, hingga Malaysia, tetapi menurutku tidak ada tempat yang cocok uuntukku, rasku maksudnya. Hingga suatu saat kapal kami berlabuh disebuah pulau kecil di sebuah Negara maritim bagian selatan Asia, orang-orang biasa menyebutnya pulau Jawa.

Pulau Jawa, aku melangkahkan beberapa langkah kakiku disana, beberapa langkah kaki yang berisi berjuta harapan dari seorang anak ingusan sepertiku ini. Sebenarnya yang kusinggahi adalah bagian timur pulau ini, kota Surabaya lebih tepatnya. Rupanya orang-orang pelabuhan memandangku dengan tatapan tak enak, mungkin dikira aku adalah tawanan perang yang sudah berhari-hari tidak dikasih makan. Rambut merah, perut kurus kering hingga terlihat beberapa tulang rusuk yang menonjol, muka bagaikan orang kekurangan suplai gizi ke otak, mulut menganga, mata…. Tetap seperti dulu.

Dari sana, aku yang tak memiliki kenalan hanya bisa duduk terdiam disamping truk barang, sambil melihat beberapa kuli megerjakan tugas hariannya. Sudah ada dalam pikirku akan bekerja seperti mereka demi bertahan hidup disini, tapi untunglah, sebelum hal itu terjadi, tiba-tiba ada seorang ibu yang memiliki ras yang sama denganku. Dia berbicara denganku dengan bahasa Indonesia, aku yang saaty itu tak mengerti apapun tentang bahasa local hanya bisa manggut-manggut selagi dia menarik tanganku dan memasukkanku kedalam sebuah mobil. Disetirnya mobil itu meninggalkan pelabuhan tempatku pertama kali menginjakkan tempat di pulau ini. Didalam mobil itu, aku dapat melihat betapa indahnya kota ini, bangunan-bangunan jaman koloni, pepohonan, dan dilengkapi berbagai pemandangan orang berlalu lalang dengan segala tanggung jawab yang ia pikul masing-masing, begitu mandiri, dan individualis. Bayangan lama bahwa manusia diciptakan sebagai mahluk social seakan sirna melihat pemandangan kota ini.

Tak sampai perjalanan ini dimulai, terlihat olehku sebuah gapura merah besar dengan lambang naga, dan beberapa tulisan Chino dibagian atasnya. Aku yang saat itu tidak bisa membaca tulisan Chino tak tau apa maksud dari tulisan itu, tapi satu yang kuyakini bahwa “Ini adalah tempatku”.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Lagu Diklat

Seniorku Idolaku
Di dlam pelatihan tidak pernah memalukan
Sukses dalam tugas suatu kebanggan
Smalabaya-smalabaya andalanku andalanku
Seniorku-seniorku idolaku idolaku
Paski lima-paski lima itulah diriku
Majulah paski lima ayo terus maju

Yel-Yel Diklat Angkatan 17
Hari ini, kami ada disini
Tuk ikuti, diklat paski lima smala
Tak akan ada kemalasan yang melintas
Tak akan ada rasa lelah putus asa
Karna perjuangan yang tlah dilewati bersama
Jadikan kami angkatan 17....

Ya, inilah lagu-lagu penyemangatku saat diklat, anggota dari suatu angkatan paski di SMA Negeri 5 Surabaya...
ANGKATAN 17 Pas-Q V SMALA...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Memory (copas from Safana)

masih sangat jelas terekam di otakku, hari dimana aku menuliskan namaku dan SS di secarik kertas yang berjudul “SS Tujuan”. ragu – ragu? ya, sangat bimbang dan ragu-ragu antara iya dan tidak. SS yang akan ku tulis adalah SS yang notabene dikatakan seperti “perisai ke-2”. tetapi entah karena apa, terkadang aku sangat yakin menuliskan namaku disitu.

hari dimana aku mendapat sebuah undangan yang tergeletak di atas mejaku. “TM 1 PAS-Q V”. benar-benar namaku sudah terdaftar di dalamnya ya? saat itu aku masih sangat bimbang, panik (karena teman-temanku juga sama paniknya denganku) masih juga tidak percaya bahwa nantinya aku akan mengikuti serangkaian acara disitu. tapi sayangnya aku tidak dapat mengikuti TM 1 dikarenakan suatu urusan lain. kata teman-temanku (yang nantinya akan menjadi orang-orang luar biasa) bahwa TM 1 PAS-Q V sangat jauh dari label “perisai ke-2” itu. semua menjadi sangat bertolak belakang, mungkin karena ini baru permulaan tetapi bisa dibilang ini sangat menyenangkan. jika ditanya mengapa aku memilih masuk PAS-Q V, aku akan menjawab “ aku tidak tahu mengapa aku mengikutinya, aku hanya menikmatinya mulai hari ini sampai seterusnya”. alasan pendukung lain? karena mbak anti tentunya :D

TM 2, TM 3, TM 4 dan seterusnya … (maaf tidak bisa dijelaskan secara gamblang disini). hanya saja aku mulai merasa bahwa ini adalah hidupku, bagian dari hidupku yang tidak dapat terpisahkan dariku. karena menemukan orang-orang baru yang spektakuler, dan mulai menghabiskan waktu bersama mereka hampir setiap saat.
mulai tugas mencari tanda tangan, membuat buku yang sekreatif mungkin merupakan tugas yang cukup susah. masih ingat aku membuat bentuk bendera yang berkibar, bisa dibilang perlu pengorbanan yang cukup besar untuk membuatnya. sampai dibantu oleh ibuku. untuk mencari tanda tangan, aku selalu bersama agatha (orang yang menjadi alasan mengapa aku mengikuti paski dan benar-benar teman seperjuangan). mati-matian menghafalkan materi yang diberikan dan alhamdulillah aku bisa memenuhi jumlah tanda tangan yang diminta.

kemudian amanah mengadakan buka bersama PAS-Q V. disitulah mulai terlihat bahwa angkatan ku ini benar-benar luar biasa. mengadakan rapat, briefing, survey dan lain sebagainya yang membuat kami sadar bahwa kami adalah satu keluarga. satu kenangan indah adalah bahwa angkatanku berhasil mendatangkan “Cahyo Darodjati” (angkatan pertama PAS-Q V, sekaligus pendirinya) dan aku yang pertama kali berjabat tangan dengannya dan mempersilahkannya masuk. masih teringat betapa bahagianya aku saat itu. banyak kenangan pada saat buka bersama yang tidak akan terlupakan, dan disitulah kami mulai berpegangan, percaya satu sama lain yang pada saat itu aku mulai yakin bahwa kami akan terus membutuhkan satu sama lain.

setelah itu, aku benar-benar masih ingat bahwa aku selalu bersama mereka, angkatan ku dan kita mengurus segala sesuatunya. yang di tengah itu kita berusaha sekuat tenaga kita untuk menjadi seorang junior, berusaha menjadi Angkatan 17 PAS-Q V. latihan PBB setelah pulang sekolah, berkumpul membicarakan tugas-tugas kita selanjutnya yang meskipun jujur aku harus katakan itu berat tetapi ada kalian yang bersama-sama menjalaninya, ada kalian yang bisa meringankan beban satu sama lain (sampai-sampai kita mempunyai markas tempat kita berkumpul). dari situ aku mulai mengenal pribadi angkatan ku yang bermacam-macam, dan mereka semua itu HEBAT.

DIKLAT PAS-Q V

kata smalane : “seperti pena, bahkan jauh lebih parah”, “isinya dimarahi, disuruh ini itu, dsb”. dan kata calon angkatan 17 : “oh, ya?” dan kita sama sekali tidak menggubrisnya. ya, sama sekali tidak digubris dan kita dengan sangat semangat menyiapkan segala sesuatu untuk diklat. karena, di saat ada yang ragu, selalu ada yang meyakinkan bahwa kita pasti bisa melewatinya, dan karena kita sudah melewati ini semua, apakah kita harus menyerah karena isu dan omongan seperti itu? Tentu jawabannya TIDAK.
Kami, calon angkatan 17 PAS-Q V mengikuti diklat. (maaf tidak bias dijelaskan lebih lanjut).

hmm, ya aku sukses mengikuti diklat, aku dan angkatanku. menurutku, hasil terindah dari diklat ini adalah kenangannya dan apa yang dihasilkan. terbentuklah orang-orang ini, orang-orang yang pada akhirnya akan terus ada di hidupku selamanya, orang-orang yang aku kenal luar biasa hebatnya, yang tidak pantang menyerah, yang akan mejadi orang-orang sukses nantinya, yang pandai ber-argumen, yang kuat fisik dan mentalnya, yang penuh canda tawa, yang saling menghargai, yang terkadang egois, yang masih kekanak-kanakan, yang benar-benar tidak akan kulupakan seumur hidupku. :: lora dewi, rizky mardalita, pramita kusuma, hernalia martadila, nafilah aziziyah, himawan ramadhan, wicaksono indra, annisa pratama, adinda smaradhana, riztry bonita, rr. agatha rhana, ratih kumala, i made ary, hidayah, bima adhi, ni ketut, azwar tilameo, atiya nurrahmah, devita swadani, retno ayu, nia sovianita, nisful lail, ramadhana arwin, m. alif timur, rahmadiani widjayanti, akbar dharmawan, ainul firdatun ::

orang-orang ini yang selalu ada di hidupku sekarang, karena PAS-Q V benar-benar jadi bagian dari hidupku dan sama sekali tidak ada keraguan di dalamnya. tidak peduli apa yang dikatakan orang mengenai PAS-Q V karena yang tahu sebenarnya adalah anggota PAS-Q V. jadi aku sama sekali sudah tidak akan terpengaruh ucapan orang lain, karena ke 27 orang yang namanya kusebutkan di atas adalah yang membuatku benar-benar yakin.

kehidupan setelah menjadi Angkatan 17 PAS-Q V benar-benar luar biasa. latihan rutin setiap sabtu dan latihan untuk Upacara pada hari senin, benar-benar menyenangkan. tidak akan kulupakan bagaimana panggilan anak-anak terhadap ku “hee kecil”, “hee pendek” dsb, ketika aku melatih suara dengan ary yang notabene punya suara ala danton dan PU, ketika aku memberi perintah “luruskan” dengan kanan dan kiri ku adalah ary dan wicak (dan mereka meninju kepalaku), ketika aku melihat sovi atiya dan aya kala itu menjadi PT, ketika rani ary dan wicak latihan pengibaran bendera dengan harus naik dan turun panggung, ketika mendengar suara audit yang melengking karena kehabisan suara, ketika panik karena tiba-tiba melihat baju bima yang tiba-tiba tertarik keluar dan kenangan terakhir ketika melihat ary yang juga secara tiba-tiba tidak kuat mengikuti upacara.

mengikuti lomba PASKI juga sudah tidak asing bagi ku dan angkatanku. lomba pertama adalah KIBAR, yang menurutku tidak berjalan dengan sukses. kami sempat down. tetapi itulah kami, yang akan bangkit dan saling meyakinkan bahwa ini sudah berlalu dan kami akan memperbaikinya di kesempatan lain. ya, itulah kami. kemudian lomba PPI, yang kita masih belum juga sukses. dan sekali lagi, ya, kami bangkit. dan lomba SIAP yang alhamdulillah juara umum dan juara 1 squash. kenangannya? sangat teramat banyak.

tidak akan kulupakan bagaimana perjuangan pada saat KIBAR, sempat latihan di kala hujan, dituntut untuk membikin yel-yel dan bergoyang sok “aduhai”, pada hari-H tidak sukses, untuk pertama kalinya melihat wajah audit yang seperti setan.

perjuangan pada saat lomba PPI, ramai-ramai cari sepatu di praban, memakai harnet dan itu susah sekali, menjemur baju seragam di koridor SBI, dan lomba pada saat hujan. (kenangan pada saat PPI terlalu berharga untuk diceritakan, karena sangat sulit dikatakan)

di SIAP, tidak akan kulupakan bagaimana kita sempat putus asa karena belum siap, tetapi itulah kami, yang kemudian kembali dan bangkit, yang latihan tak kenal lelah, bahkan aku melihat tetesan keringat ketika wicak mengibarkan bendera, dan masih terdengar sampai sekarang teriak kegembiraan saat kami mendengar bahwa kami menjadi Juara Umum SIAP 2009, masih teringat senyum di wajah mbak mas kami ketika mengucapkan selamat dan kami mulai dihargai setelah itu.

ya, itulah aku, angkatan ku dan segala kenangan di dalamnya yang akan kamu rasakan ketika kamu di PAS-Q V. aku merasa, hanya disini aku dapat merasakan kebersamaan dan kekeluargaan yang luar biasa hebatnya. ketika aku merasakan bahwa aku pernah dalam 1 hari merasakan panas matahari yang benar-benar panas dan kami pada waktu itu latihan PBB, kemudian kami kehujanan, benar-benar kehujanan basah kuyup dan menggigil kedinginan (pada waktu lomba PPI), alas tikar yang tadinya kami gunakan untuk duduk, kami angkat dan kami berteduh di bawahnya sambil berjalan menuju ke smala. bahkan kami pernah menangis bersama, menangis karena kelelahan, menangis karena kami jenuh, menangis karena kami kehilangan beberapa orang yang seharusnya menjadi bagian dari angkatan kami, menangis karena sangat bahagia, pernah juga kami menangis di kala hujan. pernah kami push up bersama di kala hujan, di kala panas, dan itu semua kami lakukan bersama.

jujur, aku tidak akan menemukan keadaan seperti itu kalau tidak disini. Di PAS-Q V. banyak kenangan disini, pelajaran untuk hidup, pelajaran untuk bertahan, untuk menilai semua hal dari sisi positifnya, untuk loyal, untuk mencurahkan semu totalitas kalian disini, dan untuk menemukan orang-orang yang luar biasa hebat seperti yang aku punya sekarang :D

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS