#3 Bab2

Berawal Dari Sebuah Kalimat

Berwajah kaku, berdarah india, pandai merangkai kalimat, itulah pandangan teman-temanku padaku. Pernah mewakilkan Indonesia untuk pertukaran pelajar di Negara Korea, merupakan suatu kebanggan besar. Tak heran, kini diriku sangat berterima kasih kepada negara tercintaku ini. Kejadian itu juga menumbuhkan rasa semangat, serta modal kepercayaan diriku diantara teman-teman superku kini. Siapa mengira anak yang berasal dari sekolah pinggiran, sekolah pesisir pantai, dapat menginjakkan kaki disebuah sekolah yang berada di pusat kota, dikerumuni keramaian, serta sangat diinginkan oleh anak diseluruh jagat Surabaya.

Diberi amanah sebagai orang nomor satu dikelas adalah prestasi kedua dari anak pesisir ini. Ketua kelas, sebuah jabatan yang aku dapatkan, sangat menuntutku untuk bersikap jujur, serta menguji kebijakan-kebijakan besarku yang membawa takdir kelas ini. Memang, namaku yang besar setelah berani berbicara blak-blak an saat MOS adalah salah satu faktor terpilihnya aku sebagai pemimpin kaum berjumlah 28 anak ini.

Deretan bangku sebelah kanan kelasku dapat dibilang adalah deretan paling luar biasa bagiku, deretan kaum hawa. Deret inilah yang selalu membuatku dapat merasakan aroma asmara yang luar biasa. Berbagai tingkah laku penduduk deret kanan ini memang sangat menarik perhatianku sebagai kaum adam. Anak berkepribadian diam, sampai tidak karuan pun dapat anda dapatkan disini.

Walau terlihat dewasa dari luar, sebenarnya aku juga sama dengan kebanyakan anak lain. Untuk masalah cinta, tak ada yang dapat mengelaknya, termasuk seorang Rambo sekalipun. Cinta, sebuah kata yang tekadang membuat seorang berpredikat professor pun pun harus memutar otak berkali-kali untuk menemukan apakah arti sebenarnya dari kata tersebut.

Seorang wanita dengan rambut pendek mengembang berwarna hitam mengkilap mulai membangkitkan kisah asmaraku di masa SMA ini. “I prefer killing myself to killing you” sebuah kalimat yang sangat bersejarah, asal muasal dari segala kisah cintaku di SMA ini. Seperti anak SMA kebanyakan, perjodohan tidaklah jauh dari pergaulannya. Jikalau kata kalimat “I prefer killing myself to killing you” dimisalkan sebagai bibit asmaranya, maka perjodohan ini dapat dibilang sebagai pupuk asmaranya.

Paras wajah gadis ini memang sangatlah mirip dengan salah satu mantanku, dan inilah yang membuatku kesengsem pada gadis ini. Lambat laun benih yang telah ditanam tumbuh, dan seperti inilah kehidupan asmaraku, berawal dari sebuah kalimat, kini menjadi tindakan. Pendekatan demi pendekatan ku lakukan, gadis yang semula hanya berstatus sebagai teman, kini telah berubah. Tanggal 20 08 2008, tepat pada pukul 20:08 merupakan waktu yang bersejarah bagiku, kuberanikan diriku untuk menyatakan perasaanku melalui beberapa kalimat dalam surat elektronik. Status kini telah berubah sebagai pacar, betapa senang hatiku mengetahui bahwa mentari esok adalah mentari yang berbeda dari sebelumnya, membawakan hari yang baru untuk kehidupan SMAku.

Beberapa hariku ku lalui dengan gadis itu. Jabatan ketua kelas memang memudahkanku untuk mencari pendamping, tak heran jika beberapa selebriti serta pejabat begitu mudahnya untuk mencari pasangan lain. “Status seseorang memberikan dampak bagi kehidupan seseorang tersebut”, hal inilah yang diterima syaraf sosialku setelah mendapati kejadian yang serupa.

Tak ada awal yang tanpa akhir, inilah yang dilalui manusia, walau mereka tak sadar akan semua ini, begitu pula dengan kehidupan cintaku. Setelah beberapa bulan melalui hari bahagia, karena ada suatu masalah, kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Orang lain mungkin merasa depresi jika berada dalam semua ini, di putuskan oleh pacar, tapi tidak untukku, karena aku yakin ini bukanlah akhir. Masih ada bibit-bibit cinta yang belum ditanam didalam hatiku ini, dan masih ada perjalanan cintaku selama dikelas yang menjadi kekuasaanku ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "#3 Bab2"

Posting Komentar