#3 Bab3

Mundur Untuk Maju
Seorang wanita berkulit putih, dengan muka yang bulat mempesona, dihiasi kain sebagai penutup salah satu aurat wanita yang kerap disepelekan oleh beberapa pemiliknya sebagai aurat. Seorang gadis muslim yang menurutku memang seorang gadis yang sangat luar biasa yang pernah tercipta di muka bumi ini. Inilah wanita yang akan melanjutkan kehidupan cintaku selanjutnya.

“Sudah kujelajahi isi bumi, hanya untuk dapat hidup bersamamu”, sebait lirik lagu kondang itu mungkin dapat dikatakan sebagai gambaran kehidupan cintaku untuk mendekati gadis itu. Memang perasaan tidak bisa dipaksakan, namun kita dapat berupaya untuk mendapatkan perasaan itu. Walau sudah berkali-kali sejuta cara pendekatanku tak dihiraukan sama sekali, aku tetap tak akan menyerah untuk menempatkan namaku di dalam perasaannya.

Namamu seindah salju, matamu seindah bulan, jika anda menanggap ini adalah kata yang terlalu berlebih, tapi tidak bagiku. Hal ini tidaklah lebih bagi seorang pria yang sedang dilanda asmara sepertiku. Berbeda dengan seseorang yang sebelumnya, kali ini sangatlah sulit bagiku untuk menggedor pintu hatinya. Tapi bagi seorang pria tulen sepertiku, mendahulukan akal sebelum emosi adalah yang terpenting, menggunakan dalih tidak ingin pacaran dahulu, inilah cara jitu yang aku gunakan. Memang cara ini sangat riskan dan menunggu lama, belum lagi cara ini dapat membuka pertahananku terhadap lawan asmaraku sehingga mereka dapat melancarkan jurus jurus asmarany dengan lebih frontal kepadanya, tapi aku tak akan takut karena aku yakin serangan semacam itu tidaklah mempan untuk gadis semacam dia, dalam hati aku berkata “lalapo dingonokno, gak ngara isok, wong aku wes nyoba caramu kok (ngapain digituin, gak bakal bisa, aku lho sudah nyoba cara itu)” dan inilah satu-satunya cara yang paling tepat dan tidak akan terpikirkan lawan asmaraku untuk kondisi semacam ini “mundur untuk maju”. Karena berbahayanya jurus ini mungkin cukup sampai sekian saja jurus asmara klan Soedarmo, akan disambung dengan hasil hasil jurus ini saja karena dikhawatirkan jurus ini dipakai oleh orang dengan niatan buruk dan merebut seluruh hati gadis di muka bumi ini.

Keluar dari kisah asmaraku, banyak sekali hal yang aku alami dalam hidup ini. Menjadi seorang dokter merupakan cita-cita awalku, namun keyakinanku untuk menjadi seorang dokter ahli kelamin ini rupanya dibelokkan oleh segerombolan cecunguk ahli gendam di kelasku yang terkenal dengan nama #Illuminati. Profesi dokter yang ku junjung tinggi sebagai profesi yang melebihi profesi apapun sedari SD hingga SMP, kini telah hancur berantakan. Karena keinginanku tidak didukung oleh lingkungan sekolahku, aku pun pindah haluan untuk menjadi seorang ahli hukum demi menegakkan keadilan yang akhir-akhir ini sudah tak terdengar namanya.

Perpindahan haluan dari dokter ke hukum itu secara langsung tentunya juga merubah minat belajarku dari jurusan IPA ke IPS. Apa daya, sebuah kekuatan sekolah yang tak memperbolehkan murid Internasionalnya untuk menduduki kelas IPS ini seakan memaksakan mahluk dengan paru-paru untuk hidup di air atau mahluk berinsang untuk hidup di darat, tak sesuai habitat maksudnya. Otakku tiap harinya dijejali ilmu ilmu pasti matematika dan ilmu kimia yang kuanggap hal itu sangat abstrak dan tidak bisa kubayangkan tidak seperti ilmu-ilmu sosial. Belum lagi ditambah dengan arogansi sekolah yang semakin tinggi dengan adanya program internasional ini dan juga jumlah kelas IPA yang sebanyak 9 kelas. Hal inilah yang menjadi motivasiku untuk menulis berbagai macam artikel tentang hal ini.

Bakat menulisku rupanya juga menjadi bagian penting dalam karir hidupku. Kemenangan dalam berbagai lomba menulis kerap menjadi pengalaman berhargaku. Jikalau ada pekerjaan yang dapat kusambi saat ini, penyusun skripsi lepas di berbagai rental pengetikan di daerah perguruan tinggi mungkin bisa menjadi salah satu alternative magangku, namun saying aku tak bisa meninggalkan berbagai aktifitas organisasiku disekolah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "#3 Bab3"

Posting Komentar